Sabtu, 24 Oktober 2009
Kita tentu tidak merasa asing lagi dengan Ibrohim a.s., baik yang beragama Islam, Kristen, Yahudi, atau yang lain. Dia adalah tokoh besar yang dari dulu kala, ketiga agama samawi itu saling sama mengakui keagungannya. Memang beliau sudah undur diri dari perhelatan kehidupan yang fana ini. Beliau sudah ribuan tahun meninggal dan pergi ke alam kelanggengan. Namun sejarah kehidupannya masih saja menghiasi dinding- dinding pengetahuan. Hal ini di karenakan bahwa segala sesuatu yang di sandarkan pada Dzat yang abadi, maka akan ikut abadi pula. Baik itu di sandarkan pada-Nya karena ia benar, seperti Ibrohim A.s. atau karena ia salah, seperti musuh- musuh Ibrohim. Nabi Ibrohim A.S. terkenal dengan ilmu tauhidnya yang di ajarkan pada kaumnya. Beliau sering membuat gebrakan- gebrakan yang spektakuler. Seperti halnya saat ia berbicara pada kaumnya yang penyembah selain Alloh SWT. Beliau berbicara pada mereka dengan gaya seakan beliau adalah belahan dari mereka sehingga tidak lagi ada curiga. Pada suatu saat, beliau melihat bintang di langit, lalu ia berkata, "Ini tuhan-ku ?!." ( Q.s. Al-An'am : 76 ). Begitu juga dengan bulan dan matahari yang sejak awal beliau sudah tahu bahwa benda- benda langit ini akan terbenam dari menyinari kita dan bukannya mendadak beliau baru tahu akan sifat benda- benda ini. Maka setelah benda- benda ini terbenam, Ibrohim menyebutkan alasan tidak sukanya pada benda- benda itu jika mereka di anggap tuhan, yang mana sebelumnya beliau sudah tahu. Oleh sebab ini, di ahir perkataannya beliau berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku terbebas dari sesuatu yang kamu buat mensekutukan ( Alloh SWT )." ( Al- An'am : 78 ). Beliau tidak berkata, "Aku terbebas dari sesuatu yang saya buat menyekutukan." Begitu juga di awal kisah mencarikan Tuhan ini, Tuhan telah berkata yang artinya, "Dan seperti itu Kami perlihatkan pada Ibrohim kerajaan langit dan bumi dan agar supaya ia termasuk orang- orang yang yaqin." ( Al-An'am : 75 ). Apa yang kami sebutkan ini merupakan penafsiran yang telah di jelaskan oleh para Ulama' yang punya iman dan kepakaran di bidang ini. Karena sering sekali kita mendapat suguhan yang tidak sama dengan keterangan di atas ini. Pada intinya keterangan yang berbeda itu adalah mengatakan bahwa sebelum ia menemukan Tuhan yang hakiki, ia sempat melakukan kesalahan I'tikad dengan menganggap bahwa benda- benda angkasa itu adalah tuhan. Namun setelah itu, ia baru mendapat kebenaran. Jadi kebenaran bisa berubah- rubah. Jika pendapat ini di benarkan, maka kita harus berbuat adil dengan mengatakan kewarasan beliau kita pertanyakan di saat ia menghancurkan patung- patung dan pada ahirnya ia mengalungkan kampak yang ia pakai menghancurkan pada leher patung yang paling besar. Masak sebesar Ibrohim tidak tahu bahwa berhala yang paling besar itu tidak mampu berbuat apa- apa ?!. Tentu, beliau tahu dan mengajak tahu pula pada orang- orang yang mau beliau ajak. Namun sayang, masih banyak juga orang yang tidak mau di ajak. Jadi, kita tidak akan mengiyakan jika ada orang yang mengatakan bahwa hal itu di lakukan oleh Ibrohim karena semata- mata ia tidak tahu. Lalu jika kebenaran itu berubah- rubah, maka bukankan telah kita katakan hakiki pada Tuhan ( Alloh SWT ) yang telah di temukan Ibrohim. Kenapa kita keburu menvonis hakiki pada Tuhan yang mungkin besok akan kita temukan tuhan lain dari Tuhan itu ?!. Dan seterusnya teori 'kebenaran itu bisa berubah' justru akan menghantam teori itu sendiri, karena mungkin besok kita sudah tidak lagi memakai teori ini. Ya'ni : teori yang sekarang ini kita pakai karena kita membenarkannya, mungkin besok sudah tidak menjadi benar. Jadi Ibrohim AS bukan mencari Tuhan yang sudah ada di depannya, namun mencarikan Tuhan dan menunjukkannya pada mereka. Poligami Agama Kalimat 'Poligami' merupakan kalimat yang tidak lagi menjadi asing pada pendengaran kita. Setiap pagi dan sore, kita selalu mendengar kalimat ini. Namun dengan arti yang lumrah. Bagi seorang yang tidak tahu sejarah para Nabi terdahulu dan sudah terlanjur bermain mata dengan pemikiran Barat, akan cepat menjadi gusar jika mendengar istilah poligami. Dan sebaliknya jika mereka mempraktekkannya pada Agama, ia sangat suka dan menerimanya apa lagi menjadi gusar, sama sekali tidak. Ini memang sangat aneh, kenapa Agama kita yang sangat kita yakini kebenarannya, kita masih berpoligami dengan Agama lain ?!. Padahal Agama lain yang kita beri hati untuk membenarkannya itu sama sekali tidak menerima kita jika kaki kita yang satu masih kita pijakkan pada Agama kita. Jadi, pada saat itu kita di tertawakan oleh mereka dan di katakan sebagai 'orang tidak memiliki pijakan dan pendirian yang kokoh'. Mungkin saja kita ada keinginan di katakan orang yang 'terbuka'. Memang, dengan tindakan hati seperti itu kita menjadi terbuka aurat kita dengan tidak adanya kemantapan pada agama kita, apa lagi pada agama yang kita jadikan istri kedua, malah kita sangat tidak mantap padanya dan berarti kita telah melecehkan agama lain. Keterbukaan ini bisa jadi menjadi bahan tertawaan orang lain, jika tidak di katagorikan bertubrukan dengan SARA, di karenakan kita sudah menjadikan agama lain sebagai barang murahan. Padahal agama manapun di anggap sesuatu yang berwibawa oleh para pemeluknya. Di dalam Islam sendiri ada ikatan yang sangat kuat dari agama itu, sehingga kita sama sekali tidak di perkenankan menekadkan kebenaran agama lain. Alloh SWT. berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Agama menurut Alloh adalah Islam". ( Ali Imron : 19 ). Dan berfirman, "Dan barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka agama itu tidak akan di terima darinya dan di Akhirat ia termasuk orang- orang yang merugi". ( Ali Imron: 85 ). Hal ini di karenakan bahwa agama bukanlah bahan mainan yang bisa di tukar dengan materi yang tidak ada nilainya sama sekali menurut sudut pandang Alloh SWT. Tapi agama merupakan cara pandang dan kiyakinan sebagai jawaban rahasia di ciptakannya alam semesta yang sangat luas ini. Jadi agama sudah sewajarnya jika ia penuh dengan kegaiban dan kewibawaan. Oleh sebab ini, Alloh SWT. berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang- orang kafir ( tidak Islam ) seandainya ia memiliki apa- apa yang ada di bumi semuanya dan semisalnya ada padanya, untuk mereka jadikan tebusan dari siksaan hari Kiamat, maka tidak akan di terima dari mereka. Dan mereka mendapatkan siksaan yang menyakitkan". ( Al-Maidah : 36 ). Hal ini janganlah menjadikan pemeluk agama lain menjadi tersinggung, karena jika mereka berbuat hal yang sama pada kita, kita tidak tersinggung dengan tekad mereka membenarkan hanya pada agama mereka sendiri. Terserah, itu semua hak mereka dan jangan lupa bahwa hal itu juga hak kita. Malah justru mereka harus merasa tersinggung jika ada orang yang masih mengaku Muslim, namun di samping ini membenarkan agama lain yang nota bene jelas bertententangan dengan Islam. Kenapa sampai agama mereka ini di buat main- main oleh orang seperti itu. Kita yang Muslim tidak usah risau dan waswas jika kita mengutarakan sabda Nabi SAW. yang seperti ini, "Tidaklah mendengar diriku dari ummat ini baik seorang Yahudi dan Nasroni kemudian ia mati tapi tidak mau beriman pada apa yang aku bawa kecuai ia termasuk penghuni Neraka". ( H.r. Muslim ), karena memang da'wah Nabi SAW. adalah da'wah yang menyeluruh baik pada mereka yang sudah beragama ataupun bagi mereka yang masih kosong dari agama. Iman Kalimat Iman di ambil dari kalimat arab Aamana Yu'minu Iimaanan yang berarti percaya. Jadi, beriman berarti 'percaya', walaupun pada setan sekalipun. Namun oleh Uruf Syar'iy kalimat ini hanya di hususkan pada 'percaya pada sesuatu yang kita di haruskan mempercayainya. Sehingga percaya pada setan ataupun percaya pada Alloh SWT dan juga pada setan, tidak bisa di katagorikan beriman. Jadi, manakala kalimat iman di sebutkan di dalam dasar Agama, yaitu Al-Qur'an dan Hadits, dalam keadaan di puji, maka tentu yang di maksud adalah iman yang di wajibkan dan bukan sekedar percaya. Seperti firman Alloh SWT., yang artinya, "Sungguh telah beruntung orang- orang yang beriman".( Al-Mu'minun : 1 ). Ayat ini tentu tidak memasukkan sembarang orang yang punya kepercayaan. Kecuali jika ada agama lain yang punya ayat dan yang di maksud dengan iman di dalam ayat itu adalah setiap orang yang percaya pada apa saja, walaupun ia percaya bahwa agama itu adalah salah, namun ia masih di golongkan beruntung. Oleh sebab ini, Alloh SWT tetap mencela pada orang yang pada satu sisi percaya bahwa tuhannya adalah Alloh, sedangkan pada sisi yang lain ia percaya pada setan beserta sesuatu yang setan ada di belakangnya. Dia berfirman yang artinya, "Dan tidaklah beriman kebanyakan mereka pada Alloh kecuali mereka dalam keadaan menyekutukannya". ( Yusuf :106 ). Di dalam Ayat ini ada dua kalimat 'Iman' dan 'Syirik' yang di kumpulkan, pada hal kedua kalimat ini sangat bertentangan menurut istilah Syara'. Hal ini di karenakan yang di maksud dengan dua kalimat ini adalah ma'na lughowinya saja. Jadi, yang di maksud dari Ayat ini adalah bahwa walaupun mereka percaya adanya atau ketuhanannya Alloh, namun mereka di samping ini juga percaya pada sesuatu lain yang di anggap tuhan atau paling tidak mereka anggap sebagai tuhan kecil. Oleh sebab yang sama ini, di dalam Ayat- Ayat yang lain Alloh SWT. juga berfirman yang artinya, "Dan bila kau bertanya pada mereka, 'Siapa yang menciptakan langit dan bumi ?', maka mereka akan berkata, 'Alloh'. Katakanlah, 'Segala puji milik Alloh, bahkan kebanyakan mereka tidak tahu'." ( Luqman :25 ). Di dalam Ayat ini, pada mereka yang yang tepat di dalam menjawab pertanyaan itu masih di katakan 'tidak tahu', di karenakan mereka masih menyekutukan yang lain dengan Alloh SWT. Orang yang menginginkan buruk dari Ayat- Ayat Al-Quran yang baik, akan selalu menggunakan potongan- potongan dari Ayat- Ayat itu untuk tujuan yang sebelumnya sudah terpendam di dalam hatinya. Jadi, seandainya ia mendengar firman Alloh SWT. seperti ini, "Maka barang siapa beriman dan berbuat baik, maka mereka ( kelak ) tidak akan mendapatkan ketakutan dan kesusahan". ( Al-An'am : 48 ), maka ia akan mema'nai bahwa yang 'yang penting kita beriman atau punya kepercayaan dan berbuat baik dengan sesama'. Ini merupakan tafsir 'sesat' mereka. Bagaimana Ayat yang juga di benarkan oleh mereka ini ( dengan tafsir ala mereka ), jika seandainya mereka itu percaya bahwa Ayat itu dan Al-Qur'an secara utuh- tidak benar menurut mereka ?. Masihkah orang seperti ini tetap mendapat jaminan yang di beritakan Ayat yang menurut ia sendiri tidak benar ?. Tentu, pertanyaan seperti ini sangat sulit di temukan jawabannya walaupun di ujung dunia yang sangat jauh, kecuali jawaban yang sederhana dan mudah, "Mereka salah tafsir". Jika mereka ini masih mengakui kebenaran Ayat Al-Qur'an, maka Alloh SWT. berfirman, "Sesungguhnya orang- orang yang mengkafiri Alloh dan para Rosul-Nya dan menginginkan memisah- misahkan di antara Alloh dan para Rosul-Nya dan mengatakan, 'kita percaya pada sebagian dan kafir pada sebagian ( yang lain ) dan mereka berkeininan menjadikan itu semua sebagai jalan ( kehidupan ), maka mereka itu adalah orang kafir dengan sesungguhnya. Dan Kami siapkan untuk untuk orang-orang yang kafir siksaan yang membuat hina". ( Annisa':150-151).
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
أبـــــــــــــــــــــــــو عـــــــــــــــــــــــــــــمار
Sedan Rembang, Jateng, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Blog Arcife